LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH
ACARA III
DERAJAT KERUT TANAH
Oleh :
Nama :
Mety Apriyanti
NIM : A1L011152
Rombongan : 7
Asisten : 1. Ratri Noorhidayah
2. Septia Linda Nurvita
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanah itu adalah tubuh alam (natural
body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam
(natural forces) terhadap bahan-bahan alam (natural material) dipermukaan bumi (Hakim,
1986).
Tubuh alam ini dapat
berdifferensiasi membentuk horizon-horizon mineral maupun organik yang
kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifatnya dengan bahan induk yang terletak
dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun
kehidupan biologinya.
Tanah mempunyai sifat yang mudah
dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk
dalam jangka waktu tertentu. Tanah dalam pertanian mempunyai peranan
sebagai media tumbuh tanaman dalam hal tempat akar memenuhi cadangan makanan,
cadangan nutrisi (hara) baik yang berupa ion-ion organik maupun anorganik.
Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah
baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah. Bahan organik adalah
bahan pemantap agregat tanah. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation
(KTK) berasal dari bahan organik. Berat ringannya tanah akan menentukan
besarnya derajat kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat
kerut tanah. Selain itu, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin
tinggi kandungan bahan organik tanah maka derajat kerut tanah makin kecil.
Secara fisik tanah mineral merupakan
campuran dari bahan anorganik, bahan organik, udara dan air. Masing-masing
fraksi mempunyai ukuran dan sifat yang berbeda-beda. Bahan
anorganik secara garis besar dibagi atas golongan fraksi tanah yaitu :
1. Pasir
(0,05 mm – 2,00 mm),bersifat tidak plastis dan tidak liat, daya menahan
air rendah, ukuran yang besar menyebabkan ruang pori makro lebih banyak,
perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah pasir relatif baik.
Partikel pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain.
2. Debu
(0,002 mm – 0,005 mm), sebenarnya merupakan pasir mikro dan sebagian besar
adalah kuarsa. Tanah keringnya menggumpal tetapi mudah pecah jika basah, empuk
dan menepung. Fraksi debu mempunyai sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup
baik.
3. Liat
(<0,002 mm), berbentuk mika/lempeng, mempunyai sifat lekat yang tinggi
sehingga bila dibasahi amat lengket dan sangat plastis, sifat mengembang dan
mengkerut yang besar.
Sifat fisik tanah mempunyai banyak
kemungkinan untuk dapat digunakan sesuai dengan kemampuan yang dibebankan
kepadanya kemampuan untuk menjadi keras dan penyangga, kapasitas drainase dan
menyimpan air, plastisitas, kemudahan untuk ditembus akar, aerasi dan kemampuan
menahan retensi unsur-unsur hara tanaman, semuanya erat hubungannya
dengan kondisi fisik tanah. Kondisi meliputi warna tanah, tekstur tanah,
konsistensi dan struktur tanah.
Selain itu tanah juga mempunyai tiga
dimensi ruang yaitu panjang, lebar dan kedalaman. Setiap tanah mempunyai
sifat-sifat yang khas yang merupakan hasil karya faktor-faktor pembentuk tanah
ini, maka setiap jenis tanah akan menampakkan profil yang berbeda.
Mengetahui bentuk fisik tanah dari
berbagai jenis, kandungan mineral di dalamnya, derajat kerut tanah, adanya
kandungan air tanah serta pengetahuan tentang profil tanah merupakan
suatu cara untuk mendapatkan tanah yang cocok untuk budidaya
komoditi pertanian. Sebab faktor-faktor tersebut di atas adalah faktor utama
dalam budidaya pertanian.
B.
Tujuan
Mengetahui besarnya derajat kerut
tanah dari beberapa jenis tanah dan membandingkan besarnya derajat kerut antar
jenis tanah yang diamati.
BAB II
METODE KERJA
A.
Alat
dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol semprot, air, cawan
porselin, colet, cawan dakhil, jangka sorong, serbet / lap pembersih dan contoh
tanah halus (<0,5 mm).
B.
Cara Kerja
1. Tanah
halus diambil secukupnya, dimasukkan ke dalam cawan porselin, ditambah air
dengan menggunakan botol semprot, lalu diaduk secara merata dengan colet sampai
pasta tanah menjadi homogen.
2. Pasta
tanah yang sudah homogen dimasukkan ke dalam cawan dakhil yang telah diketahui
diameternya dengan menggunakan jangka sorong (diameter awal).
3. Cawan
dakhil yang telah berisi pasta tanah tersebut dijemur di bawah terik matahari,
kemudian dilakukan pengukuran besarnya pengkerutan setiap 2 jam sekali sampai
diameternya konstan (diameter akhir).
BAB III
HASIL PENGAMATAN
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
1)
Cawan
Dakhil Kaca
No.
|
Jenis tanah
|
Pengamatan ke:
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|||
1.
|
Vertisol
|
Ø1
|
47,05
|
46,44
|
45,5
|
39,0
|
||
Ø2
|
48,0
|
46,37
|
45,45
|
39,3
|
||||
X
|
47,525
|
46,405
|
45,475
|
39,15
|
||||
2.
|
Entisol
|
Ø1
|
44,8
|
41,7
|
4,7
|
41,1
|
||
Ø2
|
44,5
|
40,0
|
40,0
|
39,2
|
||||
X
|
44,65
|
40,85
|
40,85
|
40,15
|
||||
3.
|
Andisol
|
Ø1
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
Ø2
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
||
X
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
4,51
|
||
4.
|
Inceptisol
|
Ø1
|
47,92
|
44,76
|
43,63
|
37,3
|
||
Ø2
|
47,57
|
44,44
|
43,62
|
37,6
|
||||
X
|
47,7
|
44,6
|
43,625
|
37,45
|
*Dalam mm
2)
Cawan
Dakhil Tembaga
No.
|
Jenis tanah
|
Pengamatan ke:
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|||
1.
|
Vertisol
|
Ø1
|
36,3
|
31,45
|
29,9
|
28,5
|
||
Ø2
|
36,7
|
31,5
|
29,9
|
28,6
|
||||
X
|
36,5
|
31,475
|
29,9
|
28,55
|
||||
2.
|
Entisol
|
Ø1
|
33,7
|
31,7
|
30,2
|
|||
Ø2
|
34,9
|
31,7
|
31,7
|
|||||
X
|
34,3
|
31,7
|
30,95
|
|||||
3.
|
Andisol
|
Ø1
|
3,48
|
3,48
|
3,47
|
3,47
|
3,465
|
3,465
|
Ø2
|
3,31
|
3,31
|
3,30
|
3,30
|
3,295
|
3,295
|
||
X
|
3,395
|
3,395
|
3,385
|
3,385
|
3,38
|
3,38
|
||
4.
|
Inceptisol
|
Ø1
|
37,83
|
36,55
|
35,23
|
34,50
|
||
Ø2
|
37,46
|
36,55
|
35,18
|
34,60
|
||||
X
|
37,645
|
36,55
|
35,20
|
34,55
|
*Dalam mm
Perhitungan:
Rumus :
Keterangan
:
D1 : diameter awal
D2 : diameter akhir
DKT
: derajat kerut tanah
I.
Cawan
Dakhil Kaca
1. Vertisol
DKT
=
= 17,62 %
2. Entisol
DKT
=
= 10,056 %
3. Andisol
DKT
=
= 0 %
4. Inceptisol
DKT
=
= 21,48 %
II.
Cawan
Dakhil Tembaga
1. Vertisol
DKT =
=
21,78 %
2. Entisol
DKT =
= 9,76 %
3. Andisol
DKT =
=
0,44 %
4. Inceptisol
DKT =
= 8,11 %
B.
Pembahasan
Bahan
organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara
fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah. Bahan organik adalah bahan
pemantap agregat tanah. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK)
berasal dari bahan organik (Hakim, 1986).
Pecahan mineral yang lebih besar biasanya terdapat di dalamnya dan dilapisi
seluruhnya oleh koloida, dan bahan lain yang sudah menjadi halus. Kadang-kadang
butir-butir mineral yang lebih besar menguasai dan menjadikan tanah berkerikil
atau berpasir. Dapat juga terjadi sebagian terbesar koloida anorganik, dalam
hal ini tanah akan berciri lempung (Soegiman, 1982).
Tanah yang banyak mengandung pasir
akan mempunyai tekstur yang kasar, mudah diolah, mudah merembaskan air dan
disebut sebagai tanah ringan. Sebaliknya tanah yang banyak mengandung liat akan
sulit meloloskan air, aerasi jelek, lengket dan sukar pengolahannya sehingga
disebut tanah berat (Sarief, 1986).
Tanah mempunyai sifat mengembang
(bila basah) dan mengerut (bila kering). Berat ringannya tanah akan menentukan
besarnya derajat kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar
derajat kerut tanah. Selain itu, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya.
Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, maka derajat kerut tanah semakin
kecil (Notohadiprawiro, 1998).
Secara kasaran, zarah mineral tanah
dapat dipilah menjadi 3 kategori. Yang berdiameter lebih besar daripada 2
cm disebut batu, berdiameter antara 2 cm dan 2 mm disebut krikil, dan
berdiameter lebih kecil daripada 2 mm disebut bahan tanah halus (Kohke, 1968).
Dalam analisis agihan besar zarah,
bahan tanah halus dipisahkan lebih lanjut menjadi tiga fraksi utama yaitu
pasir, debu (lanau), dan lempung. Fraksi tanah ialah sekelompok zarah tanah
yang berukuran diantara batas-batas tertentu (Notohadiprawiro, 1998).
Butiran pasir terdiri dari kuarsa,
pecahan felspar, mika dan kadang juga sirkon, turmalin dan horn blende. Butiran
pasir mempunyai matra kurang lebih seragam dan mempunyai bentuk membulat
walaupun permukaan luarnya tidak selalu halus, serta mempunyai jenjang
kekasaran tertentu yang terkait erat dengan keabrasiannya (Poerwowidodo, 1991).
Pisahan debu terdiri dari kumpulan
zarah berukuran garis tengah antara pisahan lempung dan pisahan pasir. Secara
meneralogis dan fisis, zarah debu ini mendekati zarah pasir, hanya berukuran
lebih kecil dan luas permukaan per satuan massa yang lebih besar, serta
seringkali terlapisi lempung yang terjerap kuat. Pada kasus tertentu zarah debu
memperlihatkan perangai fisiko kimiawi lempung (Purwowidodo, 1991).
Pisahan lempung dibedakan secara
mineralogis dari pisahan debu oleh karena lebih dirajai oleh pelikan – pelikan
hasil pelapukan dan tidak dijumpai pada batuan yang tidak lapuk. Pisahan
lempung lebih tanah pelapukan lanjut daripada pelikan dalam batuan dan lebih
menunjukkan watak fisis dan kimiawi pisahan lempung. Pisahan lempung dengan
ukuran zarah < 2 mikron, merupakan pisahan koloid.
Pelikan ini jarang dijumpai dalam
bentuk zarah berukuran > 2 mikron, dan umumnya dijumpai dengan ukuran < 2
mikron. Pisahan lempung kasar, terutama berukuran > 0.5 mikron, dapat
mengandung sejumlah kuarsa, dan kadang mika, sedangkan pisahan lempung ukuran
< 0.1 mikron, hampir seluruhnya terdiri dari pelican lempung atau hasil
pelapukan lain (Poerwowidodo, 1991).
Berbagai macam ukuran, tekstur dan
srtuktur yang telah disebutkan diatas, sangat mempengaruhi derajat kembang atau
mengkerutnya tanah. Dipandang dari segi fisika, tanah mineral merupakan
campuran yang terbentuk dari butir-butir anorganik, rapuhan bahan organik,
udara dan air. Pecahan mineral yang lebih besar biasanya terdapat di dalamnya
dan dilapisi seluruhnya oleh koloida, dan bahan lain yang sudah menjadi halus.
Kadang-kadang butir-butir mineral yang lebih besar menguasai dan menjadikan
tanah berkerikil atau berpasir. Dapat juga terjadi sebagian terbesar koloida
anorganik; dalam hal ini tanah akan berciri lempung (Soegiman, 1982).
Beberapa tanah mempunyai sifat
mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Akibatnya pada musim kering
karena tanah mengerut maka menjadi pecah-pecah. Sifat mengembang dan
mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat montmorillonit yang
tinggi (Soegiman, 1982).
Pada praktikum acara derajat kerut
tanah diperoleh data derajat kerut untuk 4 jenis tanah, yaitu vertisol 21,78% ;
entisol 9,76% ; andisol 0,44% ; dan inceptisol 8,11%. Hal ini menunjukkan bahwa
derajat kerut yang terbesar ada pada tanah vertisol.
Tanah Vertisol mempunyai kandungan
liat yang mengembang tinggi, retakan dalam dan lebar yang berkembang selama
periode kering. Tanah yang memiliki derajat kerut pada urutan kedua adalah
tanah entisol. Tanah Entisol dicirikan oleh kenampak kurang mudaan dan tanpa
horizon genetik alamiah, juga hanya mempunyai horizon-horizon permulaan.
Entisol yang berkembang dari bukit pasir mempunyai nilai budidaya pertanian
terbatas.
Tanah yang memiliki derajat kerut
pada urutan ketiga adalah Inceptisol. Pada tanah Inceptisol profilnya
mengandung horizon yang diperkirakan terbentuk agak cepat dan kebanyakan hasil
dari perubahan batuan induk. Horizon tidak menggambarkan pelapukan yang hebat
(Buckman, 1982).
Produktivitas alami Inceptisol
sangat bervariasi, ada yang sangat subur dan ada juga yang mengandung bahan
organik rendah. Inseptisol biasanya dicirikan oleh stratifikasi. Tekstur
dihubungkan dengan laju dimana air mengendapkan alluvium maka tanah ini
cenderung bertekstur kasar di dekat arus air dan bertekstur halus di dekat
tepi-tepi luar dari dataran banjir.
Pada praktikum derajat kerut tanah
Andisol ini mempunyai derajat kerut paling kecil yaitu 0,44%. Hal ini berkaitan
dengan kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik tanah, maka
tanah tersebut akan mempunyai derajat kerut yang kecil. Andisol terdapat di
wilayah datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Bahan induknya adalah
abu atau tuf volkan proses pembentuk tanah adalah alterasi, liksiviasi atau
laterisasi lemah, warna tanahnya adalah hitam, kelabu sampai coklat tua.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Sifat-sifat
tanah dapat diketahui dengan menghitung derajat kerut tanah.
2. Kandungan
liat yang besar mempengaruhi besarnya derajat kerut.
3. Urutan
derajat kerut tanah dari yang paling tinggi ke rendah yaitu Vertisol, Entisol,
Inseptisol, dan Andisol.
4. Semakin
rendahnya derajat kerut tanah maka kandungan bahan organiknya semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman,
Harry O. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Hakim,
Nurhajati dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA. Lampung.
Kohnke,
H. 1968. Soil Physic. Tata Mc Graw- Hill Publishing. Company Ltd. Bombay.
Notohadiprawiro,
Tejoyuwono. 1998. Tanah Dan Lingkungan. Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Poerwowidodo.
1991. Genesa Tanah, Proses Genesa dan Morfologi. Fahutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sarief,
Saifuddin.1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Soegiman.
1982 . Ilmu Tanah . Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Tabel hasil pengamatan
Derajat kerut suatu tanah juga dapat dihitung, yaitu dengan rumus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar